INDOKTRINASI, MATINYA SISI KEMANUSIAAN

Indoktrinasi, Matinya Sisi Kemanusiaan
Oleh : Dr I Wayan Mustika | 21-Mar-2019, 15:24:05 WIB 
KabarIndonesia – Joko Kendal menatap Nasrudin dengan tatapan aneh.  Belum pernah ia berlaku seperti ini sebelumnya.  Seakan ada suatu keraguan membenih dalam batinnya.  Padahal selama ini Nasrudin selalu memberinya jawaban-jawaban atas berbagai pertanyaannya. 

“Tidakkah sesungguhnya kau sedang mengindoktrinasi pikiranku, Nasrudin.  Aku takut, semakin lama aku semakin percaya pada apapun yang kau katakan, akhirnya aku justru menjadi pengikut isi pikiranmu yang mungkin saja hanya pembenaran.  Aku tidak mau menjadi fanatik padamu dan kehilangan akal sehatku sendiri.” 

Nasrudin tertawa geli mendengar isi pikiran sahabatnya. 

“Bagaimana bisa kau menganggap apa yang sering aku sampaikan sebagai jawaban atas berbagai pertanyaanmu itu adalah sebuah proses indoktrinasi, Joko Kendal?  Kau harus bisa membedakan yang mana berbagi pengetahuan dan pemahaman,  dan mana yang disebut proses indoktrinasi.” 

“Berbagi pengetahuan akan membuatmu menjadi lebih manusiawi, menghargaimu sebagai manusia.  Sedangkan indoktrinasi akan menjauhkanmu dari sisi manusiawi, bahkan sering mematikan sisi manusiawi itu.” 

Mendengar jawaban Nasrudin, Joko Kendal mulai penasaran.  Ia sungguh tak menyadari perbedaan keduanya.  Sebab indoktrinasi juga berisi pengajaran-pengajaran, tidak jauh berbeda dengan proses pendidikan itu sendiri. 

“Baiklah, kawan.  Kalau begitu terangkan pikiranku tentang apa beda indoktrinasi dan pendidikan atau pengajaran yang kau maksudkan itu. Lalu kenapa indoktrinasi bisa mematikan sisi manusiawiku?” 

Nasrudin memperbaiki posisi duduknya saat melihat kesungguhan hati sahabatnya untuk bertanya. 

“Pertama, ketika kau berani bertanya atau mempertanyakan apa yang aku katakan atau ajarkan, itulah proses pendidikan.  Sebab dalam proses indoktrinasi sendiri, kau tidak boleh dan tidak berhak bertanya, dan harus percaya begitu saja apa yang dikatakan orang yang mengindoktrinasi pikiranmu.” 

“Kau tidak boleh meragukan apalagi secara kritis mempertanyakan suatu doktrin atau apapun yang diajarkan padamu.  Sebaliknya, dalam proses pendidikan yang benar, kau justru harus banyak bertanya dan secara kritis mempertanyakan suatu pengetahuan yang disampaikan padamu.  Sebab tanpa itu, kau akan kehilangan akal sehatmu.” 

“Dalam indoktrinasi, bertanya secara kritis tentang apa yang sedang atau telah diajarkan kepadamu, akan dianggap melawan kebenaran yang diyakini.  Sedangkan bila bertanya dalam proses pendidikan, justru itu akan menghilangkan keraguan dan menambah keyakinan akan kebenaran suatu pemahaman atau ajaran.” 

“Kenapa indoktrinasi akan mematikan sisi manusiawi? Itu karena indoktrinasi mematikan proses berpikirmu. Kau tidak diijinkan bertanya dan hanya harus meyakini kebenaran dari apa yang dikatakan.  Padahal keyakinan yang tidak berasal dari pembuktian akal pikiran, adalah keyakinan yang mematikan proses berpikir.” 

“Manusia adalah mahluk yang diberkahi pikiran.  Itulah sebabnya ia disebut manusia. Sebab ia memiliki 

“manas” atau “manah” atau pikiran. Asal kata “manusia” adalah “manasya”, mahluk yang memiliki manas atau pikiran.  Jika tidak berpikir, maka ia kehilangan “manas” dan itu berarti ia bukan lagi manusia.” 

“Sebaliknya, jika seseorang bertanya dengan kritis demi menemukan keyakinan utuh dalam pemahaman pikirannya, maka sejak ia bertanya itulah proses berpikirnya diberikan ruang untuk hidup dan bekerja.” 

Joko Kendal mengangguk-angguk. Batinnya kini telah sedikit terbuka oleh penjelasan Nasrudin. 

“Lalu apakah bahaya dari indoktrinasi itu, kawan?  Selain mematikan sisi manusiawi kita yang haus akan pemahaman kehidupan, di manakah kerugiannya?” 

Tersenyum Nasrudin menanggapinya. Ia tahu apa yang sedang dipikirkan Joko Kendal. 

“Indoktrinasi yang berisi ajaran-ajaran yang dibentuk oleh pembenaran diri sang pendoktrin, akan membuat pikiranmu terkungkung dalam tembok-tembok pembatas maya yang dibuat dari doktrin-doktrin terbatas itu.  Jika kau terjebak ke dalam ruang terbatas itu, maka kau akan kehilangan kebebasanmu sebagai benih Jiwa yang bebas untuk bertumbuh dalam kesadaran tak terbatas.” 

“Maka belajarlah kau pada orang-orang yang tidak mendoktrinmu dengan apa yang dianggapnya sebagai kebenaran.  Sebab seringkali itu hanyalah pembenaran dirinya. Pergilah pada mereka yang mengajarimu untuk menelaah lebih mendalam apa yang diajarkannya.  Sebab dengan itu ia sedang membantumu bertumbuh dewasa dan matang sebagai manusia berkesadaran.” 

Pesan terakhir Nasrudin benar-benar menyentak batin Joko Kendal. Ia terdiam tak mampu menyahut.  Bukan karena tak berani bertanya, melainkan tak lagi memiliki dorongan untuk mempertanyakan pesan itu.  Sebab ia merasakan getar kebenaran semesta ikut mengalir di dalamnya. Maka ia hanya bisa menunduk, memasuki perenungan diri.(*) Kuta, 22 Maret 2019    
 Dikutip dari sumber : http://www.kabarindonesia.com/berita.php?pil=19&jd=Indoktrinasi%2C+Matinya+Sisi+Kemanusiaan&dn=20190321033432&sfns=mo